Rabu, 19 September 2012

Kesimpulan saya mengenai film Cabin in The Woods (Spoiler Alert)

0 komentar

Berhubung masih banyak temen2 yang nganggep kalo film ini biasa, standar, ataupun bingungin, saya coba bikin kesimpulan mengenai film ini. Sebelumnya saya ingatkan, kalo tulisan saya berikutnya merupakan amat spoiler. Jadi meskipun ulasan saya belom pasti bener, bagi yang belum nonton saya harapkan jangan lanjutkan membaca ulasan saya. Karena jujur saja, nonton film ini tanpa ga tau apa-apa mengenai film ini, merupakan keasikan tersendiri dan akan menambah GONG diakhir film. Dan begitu ditonton untuk kedua kalinnya bakalan lebih GONG lagi! So, yang belom nonton silahkan close jangan baca. Percaya deh J

Curcol dikit ya, saya awalnya ga mau tahu menau apa-ap tentang film ini. Yang saya tahu, kalo film ini keren aja, satu-satunya film horor gila yang belum pernah ada sebelumnya. Jadi emang ekspektasi saya terhadap film ini tinggi sebelumnya. Sebelum saya nonton, ga mau baca review, thread, atau apapun itu khawatir spoiler. Sama halnya waktu TDKR release waktu itu. Bener-bener menghindari spoiler. Jadi begitu film ini tayang regular di bioskop, saya langsung bela-belain pulang kerja langsung melipir ke ganci sendirian, padahal malemnya baru balik mudik. Sesampainya di ganci, mungkin saya satu-satunya pengunjung yang paling kusut, muka kucel, dan mata merah lantaran kecapean plus ngantuk.
Begitu masuk studio, awalnya penonton yang hadir cuma sekitar 4 orang (plus saya). Rada miris juga sih, wajar aja mengingat emang film ini termasuk telat tayang di tanah air dan bajakannya sudah ada dimana-mana.  Baru setelah bbrp menit film mulai, penonton yang telat baru dateng. Dan itupun jumlahnya ga seberapa. Menurut saya sayang banget kalo dateng telat, soalnya jadi ga ngikutin dari awal, dan menurut saya bagian awal film ini salah satu clue penting. Nanti saya jelasin kenapa.

Kebingungan:

Dari awal film kita dihadapkan diruangan semacam perusahaan atau apalah dimana 2 tokoh (Hadley dan Sitterson) sedang chit chat sambil bikin kopi biasa layaknya orang kantoran. Disini gue mulai berpikir kira-kira apa hubungannya sekumpulan anak muda yg sedang liburan sama perusahaan ini. Ditambah ada seorang asisten cewe yang tiba-tiba dateng sambil ngomongin Jepang yang patut diwaspadain. Makin bingung aja korelasinya dimana. Scene langsung berpindah ke jendela kamar remaja putri yang sedang bersiap-siap mau berpergian. Dan scene ini merupakan salah satu scene favorit saya, dan you know why :p
Oke, kesimpulan awal saya adalah, sekumpulan remaja ini sedang jadi semacam eksperimen. Kemudian saya kembali bingung saat para karyawan perusahaan dari berbagai divisi itu mengadakan taruhan. Apa yang ditaruhkan sebenarnya? Saya berkesimpulan mereka  taruhan untuk: siapa yang memulai trigger (pemacu) pertama kali. Kebingungan saya kembali bertambah dengan adanya adegan hantu Jepang di tv. Apa anak-anak kecil itu juga termasuk eksperimen perusahaan tsb? Ditambah saat hantu Jepangnya berhasil dikalahkan dengan cara yang tidak wajar, kenapa Sitterson marah (dengan bbrp kali mengucapkan F word ke tv)?. Setelah film habis, kesimpulan akhir saya adalah, kawanan remaja ini merupakan sesembahan kepada dewa (sesuai di lukisan) namun dengan cara yang modern dengan pembunuh yang dipilih secara acak. Tapi setelah baca ulasan sana-sini dan nonton untuk kedua kalinya, ternyata kesimpulan saya itu bisa jadi salah :D

Kesimpulan (SPOILER ALERT!):

Ternyata film ini tidak sedangkal itu atau dibuat memang sengaja klise (umum). Dimana adegan-adegannya sangat umum sekali yang biasa kita temuin di film-film horor/thriller kebanyakan. Jadi intinya film ini merupakan film yang menyentil PAKEM film horor hollywood mainstream. Seolah-olah nunjukin, ini lho rumus film horor sekarang. Rumus? Iya, rumus. Yang dijelasin diakhir film oleh sang ‘director’ yang diperankan oleh Tante Sigourney Weaver. Jadi semua ke-klise-an ini sengaja dibuat untuk menyentil film2 tersebut. Kalo misalnya rumusannya beda (misal: dengan tidak terbunuhnya sibodoh Marty) sang boss bisa ngamuk ;) *lightbulb

Kalo diperhatikan monster-monster yang ada difilm ini, merupakan monster-monster yang ada di film-film horor yang ada sebelumnya. Walaupun saya ga apal semua dari film mana saja, beberapa yang- katakanlah- saya mirip-miripin diantaranya:  Zombie (banyak deh film yg ada zombie-nya), Clown (gue lupa dari film apa, tapi pernah liat), Hellraiser, Alien, Ular raksasa (Anaconda), Laba-laba raksasa (Arachnophobia kalo ga salah), makhluk yg mengoperasi korban (Hills Have Eyes) dan masih banyak lagi. Ada Merman yang pemicunya dengan meniup cangkang kerang, ada penari balet yang triggernya kotak musik balet, dan ada zombie redneck torture family (yang akhirnya terpilih) dengan trigger bahasa latin dari buku diary yang dibaca Dana. Yang menarik adalah tokoh Hadley yang bertaruh kalau Merman yang akan terpilih, justru pada akhirnya Merman yang membunuh Hadley. Itulah alasannya kenapa Hadley ngambek saat kalah taruhan lantaran pilihannya sudah hampir terpilih oleh si athlet Curt (yang hampir ditiup) dan karyawati yang sempat protes karna dia seharusnya menang karna memilih ZOMBIE juga, tapi Gary beranggapan kalau ZOMBIE saja kurang spesifik, “yang benar adalah ZOMBIE REDNECK TORTURE FAMILY”. Dan ternyata yang ditaruhkan oleh karyawan perusahaan adalah, MONSTER APA YANG TERPILIH. Dimana yang keluar nanti dibuat random tergantung siapa yang memicu trigger duluan. Mungkin bisa dilihat monster-monsternya apa aja di gambar berikut:


Sex scene disini juga sengaja umum banget kan? Tiap dua pasangan yang jalan dihutan selalu mendadak horni dibagian hutan yg terang sebagian (ini mengingatkan saya difilm Anaconda  kalo ga salah). Setelah nonton kedua kali, saya jadi ngeh kalo kita udah bisa menebak kalo Marty sebenernya belom terbunuh, saat darah yg dialirkan membuat gempa tiba-tiba (tanda kalo dewa marah karena salah darah bukan darah si bodoh Marty). Pintu-pintu yang dikunci dan pintu bawah tanah yang dibuka sengaja oleh operator, juga merupakan sentilan film-film sejenis dimana pintu suka mendadak terkunci dan terbuka dengan sendiri tanpa sebab. Begitu juga dimana disetiap film horor pasti yang terbunuh selalu tokoh yg sedang sendirian dan berpencar. Maka dari itu operator menyemprotkan gas yang ga tau kenapa membuat Curt menyuruh berpencar dengan alasan yang ga masuk akal. Ini tuh nyentil! :D

Untuk adegan yang anak-anak Jepang itu, adalah film horor Jepang (horor asia) yang out of the box lebih “menang” belakangan ini. Mangkannya waktu hantu Jepang kalah dengan cara yang ga wajar (beda/ga biasa), Sitterson meluapkan kemarahannya dengan marah-marah didepan tv dengan megucapkan F word bbrp kali. Mangkanya sedari awal film, Jepang (horor asia) yang paling dikhawatirkan “serangan”-nya :)

Tapi sekali lagi, ini merupakan kesimpulan saya sendiri yang masih belum tentu kebenarannya tergantung masing-masing nagkepnya gimana :D Sesuai tagline-nya “You Think You Know The Story”.

Sabtu, 05 Maret 2011

Uji Nyala

0 komentar
Semalem gw nonton salah satu program horor di salah satu stasiun tv. Tapi yang ada di otak gw cuma melesetin setiap dialog, perbincangan, atau adegan-adegan yang ada di tiap segmen acara tersebut. Yang ada ngekek-ngekek sendiri dikamar kayak orang bener. Ini yang ada di otak gw:


  • Tek Wan!

Host : ”Sebelumnya saya ucapkan selamat karena Anda (peserta Uji) telah berhasil melewati Uji Nyala di malam pertama kemarin malam. Namun sebelum Anda melanjutkan Uji Nyala di malam kedua ini, bisa Anda ceritakan kejadian-kejadian aneh semalam?

Peserta : ”Mmmm... Apa ya? Lupa. Kan saya semalem kesurupan ga sadar diri. Padahal saya sendiri masih mencari jati diri” (apasih)


  • Take Two!

Host : ”Pak Kumis (praktisi), bisa Anda ceritakan apa yang menimpa peserta Uji Nyala barusan?

Praktisi : ”Iya. Jadi sebenernya si peserta mengirimkan energi positif secara tidak langsung. Sehingga makhluk astral di sekitar area tidak mampu melawan dengan mengeluarkan ebergi timbal balik negatifnya”

Host :”Ah, sok tau deh.”


  • Take Three!

Host : ”Mba Unyu, bisa Anda ceritakan kejadian-kejadian aneh apa yang Mba alami saat Uji Nyala tadi?”

Peserta : ”Aneh? Ga aneh kok. Biasalah (nyolot)... Makhluk jin yang nyoba melihatkan keberadaannya. Ketawa sana, ketawa sini, jatoh-jatohin benda lah, nimpuk-nimpuk lah, apa lah lewat-lewat. Biasaa”


  • Take Four!

Host : ”Kami ucapkan selamat atas keberhasilan Anda melewati malam pertama. Bisa Anda ceritakan?”

Peserta : (mesam-mesem sendiri) ” Jadi, sehabis resepsi dan tamu-tamu pada pulang semua...”

Host : ”HEEEEYYYY!”


  • Take Five!

Host : ”Apa yang menjadi motivasi Anda mengikuti Uji Nyala kali ini?”

Peserta : ”Uang, snack, masuk tipi... Mas, boleh sambil update status kan?


  • Take Six!

PERHATIKAN TANDA BERIKUT

Penonton: (bingung) Mana? Ga ada penampakan apa-apa. Ga ada apa-apa kok?”

YANG BILANG ADA PENAMPAKAN SIAPA? CUMA, PERHATIKAN


  • Take Seven!

(Pada monitor, peserta terlihat melambaikan tangan ke kamera)
Host : ”Sepertinya peserta menyerah. Mari kita jemput!” *beranjak panik

Peserta : ”Mah.. Pah.. Aku masuk tipi”
(Host, praktisi dan crew balik lagi)


  • Take Eight!

Host : ” Mas Ganteng, bisa Anda jelaskan mengapa dari awal melakukan Uji Nyala tadi, Anda terlihat kaku ?”

Peserta :” Mas, aku grogi. Aku ga percaya kalo aku bisa berada di tempat ini dan punya kesempatan ini T_T”


  • Take Nine!

Host : ”Pada tayangan melalui kamera infra merah ini, terlihat di belakang Mba seperti ada sekelebat bayangan. Apa Mba merasakan sesuatu?

Peserta : ” (Terpana) ............ aku seperti Paris Hilton..........”

**

SMS Iseng Nomer Asing Part II: Bahasa Ribet

0 komentar
Akhir-akhir ini jadi punya pengalaman sama nomer-nomer asing secara berurut. Setelah lima hari yang lalu dengan SMS Iseng Nomer Asing, kemaren ada lagi nomer asing sms masuk. Tapi kali ini, sms asing itu lebih gaul ketimbang sms asing kemarin. Bahasa dia ribet. Ga usah banyak cing-cong lagi. Jadi begini ceritanya:
Sore menuju magrib, gw lagi berleha-leha kecapean di depan tv. Tiba-tiba hape bunyi sms masuk. Ga ada nama pengirimnya, hanya nomer. Ya, lagi-lagi nomer asing. Gw buka, isinya cuma:

”,hihihihi,”

Lagi-lagi ga jelas. Harepan gw dia bukan cewe, bergaun putih, rambut terurai ke depan yang selalu nunduk kalo lagi nunggu bis, nyebrang jalan, atau saat memberhentikan bis. Seperti di iklan yang itu. Mumpung lagi banyak sms bonusan, gw mau bales:

Ini siapa yaa

Baru aja ngetik belom sempet gw kirim, dia udah sms lagi:

qm cp?

Emh! Ga usah komentar dulu. Gw send dulu sms balesan yang pertama. Begitu delivered, baru deh kirim sms ngejawab pertanyaan dia yang kelewat gaul itu.

Gw: Lah, kamu duluan yg sms aku. Aku Kartotuying. Km siapa?

Asal nyebut nama yang selintas di otak. Kartotuying itu nama tokoh suatu program humor di radio Cilacap, yang suka gw denger dalam bentuk mp3-nya. Lagi, belom juga ini sms di kirim, dia udah sms balik cepet banget:

qm nak mna, cewe pa cowo?

Baru mau bales, dia sms lagi. Mungkin karena dia baca sms pertama gw yang ejaannya sesuai EYD, kali ini dia rada bener dikit smsnya:

kamu siapa? kamu nak mana, cewe apa cowo?

Timbang ngasih huruf ’A’ aja pelit amat. Gw bales sms agresif ini:

Gw : Lah kamu siapa? Dapet nomerku dari mane?

BELOM SEMPET GW KIRIM, dia sms lagi:

kartotuying siapa?

Bodo ah, gw kirim dulu bae dah. Ga lama, dia bales. Dan kami pun berbales-balesan:

Dia : ngacak kug, kamu nak mana?

Gw : Anak Indonesia (Merdeka!-Red). Eh, kok tulisan kamu aneh sih? Bingung bacanya. Itu bahasa apa?

Dia : kamu gak bisa smz singkat ya? maaf low gitu?

Gw: Iya. Dulu waktu SD, aku ga diajarin singkat-singkatan gitu. Oh singkatan, singkatannya ko aneh?

Dia : gak papa kok, kamu cewe apa cowo?

Sms itu adalah sms terakhir darinya, setelah gw bales:

aQ c0w. Qm?
--

Kamis, 24 Februari 2011

SNSD – Gee (versi random)

0 komentar
Hoy semueee! Pada tau girl band asal Korea yang namanya SNSD atau Girl Generation ga? Kinyis-kinyis yeh. Gue kira cuma band cowo doang yang bisa punya personil 9 orang, Slipknot. Ternyata girlband ini juga ga mau kalah sama band metal tersebut, dari segi jumlah personil :D. Kalo dari aliran sih beda banget. Tapi ada satu kesamaan, GUE SUKA KEDUANYA hahahahh >:).
Pertama kali gue tau ni girlband dari temen gue. Dia nyodorin file videoklip yang judulnya Gee. Bedeh! Pertama kali udah nelen-nelen ludah mulu sampai penuh punuk ini. Gue kaget ada 9 orang cewe bening-bening nyanyi dengan koreografi yang asik dan lagu yang catchy. Kayaknya emang terkonsep bener ni videoklip. Singkat kata, enak dilihat enak didenger. Nih gw kasih link videonya dari youtube, tinggal di klik aja pidio.

Tapi ada satu yang jadi masalah, GUE GA TAU ARTI DARI LAGU TERSEBUT. Ga ngerti makna dari lirik-lirik yang dinyanyiin sama sembilan gadis unyu tersebut. Tapi kok kalo didenger sekilas bahasanya mirip bahasa kita ya? Hanya aja ga nyambung kalimatnya. Haha coba gue plesetin liriknya ah. Buat lucu-lucuan aja. Kan lumayan buat yang ga mahir bahasa Korea jadi bisa ikutan nyanyi. Maap2 ya kalo ngaco, namanya juga random hehe. Beginilah jadinya, selamat berkaraoke!


Aslinye: Gee

Oleh: Girl’s Generation.

Aha, Listen Boy. My first love story.

(Uwo’o uwo’o yeah)

My angels, and my girls. My sunshine.

Oh! Oh! Let’s go!”


Nemu-nemu motor noni-noni buset

Sumur dari desa kali nendang

(Gee gee gee gee baby baby baby) 2x

Oh, nemu Butorawa cuma buta raksa

Sana kipasin secepetnya

(Gee gee gee gee baby baby baby) 2x

Gak pake kado (harus bawa kado)

Talinya abis (ntar dimarahin lo)

Jelek jelek jelek jelek

Jelek gini jodoh pamit sama umi Bejo

Nenek-nenek bangga hayo

Kuda-kuda pake margarin

Tauco, bawa kuda berenang


Reff: Rambut panjang-panjang beri busa

No no no no no

No, kacang-kacang goreng nari

Oh oh oh oh oh

Lalu cari-cari mobil tolong

Gee gee gee gee gee

Ojo nutupin oyeh,

Ojo megangi oyeh yeh yeh


Oh, rambut-rambut kepang mami-mami jepang

Colek Mba Vanessa topi bundar

(Gee gee gee gee baby baby baby) 2x

Lalu maju gawang Markus serta Okto

Salah sepak takut turun gol

(Gee gee gee gee baby baby baby) 2x



Aja sing suwe (aja meneng wae yoo)
Reget mencari (sundul Ronaldinho)

Bola bola bola bola

Mula-mula hanya motong rumput biar hijau

Jangan cuma udud di rumah ojo

Cuma maen mama lo marah

Tabok, hasilnya gede beneran


Back to Reff

Bridge: My idola kan nendang

Lalu Butorawa ga senang

(uwo’o uwo’o yeah)

Yuk kita ambil wadah

Apa kek yang culun ajah

Culun-culun mandulin yo

Para bobo disana


Back to Reff 2x

Cara Singkat Ngadepin SMS Iseng Nomer Asing

0 komentar
Setelah pada pakem sama Tips Menghadapi Bahasa Ribet, sekarang gw kasih tips baru nih. Hahah, kejadian ini baru aja gw alamin. Gw rasa ga hanya gw yang pernah ngalamin kejadian kayak gini. Jadi ceritanya, gw sering dapet sms dengan nomer asing/baru tanpa nyantumin nama yang ngirim. Biasanya kalo temen-temen gw pake nomer baru, selalu pada nyantumin nama dibawahnya. Seperti waktu Lebaran misalnya. Seperti biasa, saat malem takbiran atau pas hari H Lebaran, pasti kita kebanjiran sms ucapan selamat hari raya. Formatnya macem-macem. Ada yang pantun, ada yang pake susunan tanda baca yang disusun sedemikian rupa menjadi bentuk kubah masjid atau ketupat atau bahkan malah kembang api (random-_-’). Ada yang mukadimahnya pake bahasa Jawa, Inggris, Jepang, Perancis dsb. Yang paling sering adalah sms forward-an. Gw pernah kirim sms ucapan dengan kata-kata asli bikinan gw sendiri ke temen-temen gw. Ga lama gw dapet sms dengan kata-kata gw tadi dari temen gw yang lain. Malah ada yang saking sibuknya, nge-forward sms tanpa diedit dulu nama pengirim aslinya di bawahnya. Jadi kita bingung sms tersebut dari sapa,

”Ini Purnomo yang mana... Perasaan gw ga kenal.”
Haadiy”? Haadiy siapa ya?
Wachyu”? Lah, Wachyu kan gue.
Acuy DahsyadHoLixB@nGeud”? Anjrit, gaul banget ni orang.

Gitu dah

Ga jarang juga ada yang bela-belain beli nomer baru, dengan maksud biar ”lebih hemat” saat ngirim banyak sms. Yah, yang penting muatan sms-nya deh yeh.

Jadi ceritanya waktu malem takbiran, disaat keluarga besar lagi pada ngumpul. Mulai berdatangan dah tuh sms-sms ucapan. Ga hanya hape gw doang, semua hape yang ada disitu pada balapan berdering. Gw ambil hape, ngebaca satu-dua sms. Gw ga ngarti isinya. Tapi kalo dari ending kalimatnya, pasti ini ngucapin selamat Idul Fitri. Karena sms terus membludak (gaya) akhirnya gue biarin aja sms-sms pada masuk dulu. Biasanya gw ngebalesnya besok-besok sekalian. Kalo udah reda dan kira-kira ga ada sms ucapan masuk lagi, baru deh bales. Beberapa hari setelahnya, saatnya ngebales semua sms ucapan. Makan waktu hampir setengah jam, akhirnya semua sms udah dibales. Tapi ga lama masuk sms baru. Rupanya ada sms ucapan lagi. Oh bukan, salah. Ternyata sms dari salah satu temen yang tadi gw bales sms ucapannya. Isinya:


Sama-sama. Mohon Maaf Lahir Batin Juga ya. Maaf ini siapa, ya?


Lah, kok nanya siapa? Jangan-jangan gw salah kirim. Gw bales:

Lah?! Ini wachyu. Perasaan waktu malem takbiran kan kamu sms aku pake nomer ini kan?


Ga pake lama, dia bales:

Oh wachyu, maaf hp saya baru ganti kemaren. Nomer-nomernya masih di save di hp lama


Ganteeeng. Malem kirim sms pake hape lama, besoknya terima sms pake hape baru dan nomer-nomer lama dilupakan begitu saja. Pasti ga gw doang yang digituin selama
phonebook-nya isinya ga gw doang. Hape Baru, Alhamdulillah

Selanjutnya, salah satu diantara kita pasti juga pernah dapet sms ga jelas dari nomer baru/asing tanpa nyantumin nama. Modusnya macem-macem, ada yang mau kenalan. Ada yang pura-pura salah sambung. Ada yang minta pulsa. Ada yang pengen kenalan karena nomernya hampir mirip. Tapi kalopun sms asing ga ada namanya, sebenernya bisa aja ke detect kalo sms-nya ada isinya. Jadi bisa diraba-raba dikit siapa yang kirim. Mungkin aja dia lupa ngasih nama. Tapi untuk yang absurd?! Ini dia tipsnya:

Sore itu gw dapet sms Nomer Asing Tanpa Nama yang isinya cuma:


Heeeiii... Selamat sore.


Gw :
Sore juga. Ini siapa ya?
Udah, dia ga bales lagi. Dua hari berikutnya, ni orang sms lagi. Isinya pun lagi-lagi cuma:


NATN:
met sore
Gw:
Iyaa sore juga. Ini sapa da’ah
NATN:
Hayo siapa,,tebak dong
(
What the... Nebak?! Kaga ngasih clue, kaga tau apa-apa disuruh nebak?! Mending kalo misalnya tilpun masih bisa dikira-kira suara siapa. Lah kalo sms?! Dikira-kira ketikan siapa! Fine, kita buat kacau sekarang, hah :D)

Gw:
Aahh.. Aku tau siapa yang biasa pake nomer (provider) ini. Kamu pasti Paitun ya! Kalo bukan Paitun... Kamu pasti Katmi, Muji’ah atau Juma’in, kan? (sapa bae dah asal nyebut.)

(Ga beberapa lama ni nomer asing bales lagi)


NATN:
hahahahaha

Langsung gw strike:
Tuh kan Paitun. Iso-isone ganti nomer si kepriwe ceritane?! Deneng langka kabare.. Nang ndi saiki? Pripun si Jumi, kelas pira sekarang Tun?

Setelah itu dia ga bales-bales lagi.


Aman.


Itu bisa jadi cara singkat mengatasi sms iseng nomer asing. Tujuannya sih cuma ngerjain yang mau ngerjain gw hehee. Mau cara yang lebih singkat lagi? Ga usah di bales :D.

Akhir kata hidup Pak Pos!

Selasa, 23 November 2010

Mudik Ceria

0 komentar
Pulang Kampung Nih...
Kalimat Presiden Obama diatas sewaktu pidato di UI bikin gue inget sama yang namanya pulang kampung a.k.a mudik. Soalnya selalu aja ada kejadian yamg ga bisa dilupain sewaktu mudik. Dimana keluarga gue adalah keluarga yang paling concern ama mudik. Biasanya setiap Lebaran selalu mudik.
Bokap-Nyokap gue dua-duanya berasal dari Tegal Jawa Tengah. Walopun gue pernah tinggal di Dumai Medan dan di Tangerang Selatan. Dan di Tangsel-lah gue paling lama tinggal sampe sekarang. Jadi kalo mudik, gue sekeluarga ke Tegal kerumah kedua nenek dari kedua orang tua gue. Sewaktu gue belom kuliah di Semarang, gue selalu mudik bareng keluarga. Berangkat dari rumah sehabis subuh biar bisa sahur terlebih dahulu dirumah. Idealnya, sahur dirumah trus bukanya di Tegal pas nyampe. Soalnya kalo lancar waktu yang dibutuhin dari rumah ke Tegal sekitar 7-8 jam naek mobil.Tapi kenyataannya ga demikian sodara-sodari. Gue sekeluarga pernah ngerasain 2 hari satu malem di perjalanan. Dimana sahur dirumah, buka jalan, sahur dijalan lagi, dan buka sesampainya di Tegal. Ini pantat jadi rata. Gue rasa motif sarung jok mobil nyeplak di pantat gue. Dari yang tadinya berangkat dari rumah ceria, sampe Tegal kusut. Ini baru yang namanya mudik, kalo perjalanan yang lancar-lancar aja, itu belom mudik namanya. Lo harus ngerasain yang namanya macet panjang berkilo-kilo berjam-jam, ngantri masuk pintu tol, ngantri keluar pintu tol, dan berjubel di SPBU dengan ratusan mobil dan motor yang berebut ngisi bensin ditengah terik matahari.

Dulu sempet waktu gue masih piyik, waktu om-om gue (adek nyokap) belom pada nikah and punya keluarga sendiri-sendiri, om-om gue pernah yang nyupirin gue sekeluarga gantian-gantian sama bokap dan kita konvoi 2-3 mobil bareng adek-adek nyokap lainnya. Jadi kalo om gue cape, bokap yang gantian nyupirin. Kalo bokap cape, gantian lagi om gue yang nyetirin. Gue? Gue anteng duduk didepan ngemil minuman stamina terkenal cap banteng tubruk. Seperti yang udah gue bilang di judul blog gue sebelomnya dimana gue orang yang amat penasaran sama makanan-minuman yang aneh dan baru. Ya walopun itu bukan minuman yang aneh maupun baru, tapi bagi anak kecil?

Perjalanan yang memakan waktu 2 hari 1 malem itu memang nguras tenaga. Apalagi ngerasain yang namanya malem di perjalanan. Maka nyokap berinisiatip ngebawain beberapa botol minuman stamina bergambar banteng tubrukan itu. Minuman stamina tersebut menjadi bekel kami sekeluarga sebenernya diperuntukkan buat yang nyupirin kami selama perjalanan mudik, bukan oleh bocah gendut ingusan tukang mabok perjalanan yang selalu histeris ngeliat liputan arus mudik di pinggir jalan seperti gue. Sebenernya bokap udah ngelarang gue buat minum itu mengingat umur gue yang masih seumur toge. Tapi dengan kegigihan dan nyolong-nyolong dikit, akhirnya gue bisa nyobain itu minuman. Awalnya rada ga kuat, soalnya kecut-kecut manis. Tapi kok enak ya??? Disaat bokap-nyokap tidur dibelakang, gue yang duduk didepan nyolong-nyolong sesruput duaruput. Lama lama abis sebotol. Sebenernya masih ada beberapa botol, namun dengan berat hati gue relain buat om gue yang nyupir. Imbas minuman itu mulai terasa. Gue jadi ga ngantuk. Sedangkan bokap-nyokap dan adek-adek gue udah tidur dibelakang. Jadilah gue navigator dadakan. Lama-lama bosen juga. Gua iseng maenin HT untuk berbrik-brikan sama konvoi mobil di depan dan dibelakang. Saat itu hape belom seperti sekarang. Masih amat langka dan kalopun ada bentuknya masih seperti tempat minum anak SD dan pulsanya masih mahal. Jadi biar hemat dan efisien, digunakanlah brik-brikan. Digelombang yang sudah disamakan sebelumnya, gue mengudara.
”Halo..Halo... Brik..Brik...Tante.. Om...”
”Iya Hadi.. Ada apa. Gitu ganti” Om ama tante gue di mobil lain jawab saut-sautan
Cicit..cicit.cuu..icit..icit.. cuuuit burung bernyanyi
Karena gue ga tau mau ngomong apa, gua arahin HT ke tape mobil gue yang lagi nyetel lagu Joshua atau siaran radio daerah setempat. Bukannya ditiap mobil udah ada radio-tapenya sendiri-sendiri, Hadi? Masih setengah jalan, HT jatah mobil gue batrenya abis. Tentu aja bisa aja nyala lagi kalo di cas. Tapi mau ngecas dimana? Kita lagi diantah berantah ginih.

Akhirnya perjalanan panjang berakhir. Kita sekeluarga sampai di rumah nenek kira-kira jam 9 malem. Rumah nenek gue yang dari nyokap ini letaknya di daerah pegunungan. Kira-kira masih 2 jam dari kota Tegal. Jadi udara ama aernya dingin banget. Desanya masih alami. Pemandangan sawah-gunung sana-sini. Masih banyak orang ngangon bebek atau kerbau. Kali-kalinya deres dihiasi batu segede kingkong. Kalo lo kesini pasti pengen balik lagi. Kalo lo tau objek wisata air panas Guci, ya masih sekitaran situ. Kembali kepersoalan, jadi saking lamanya perjalanan tadi bikin seluruh rombongan udah pada kusut-kusut. Saking capeknya, ada yang langsung mandi, ada yang langsung tidur. Dikala yang laen udah pada kecapean tidur, imbas minuman stamina banteng tubrukan masih berasa. Gue melek sendirian. Bingung mau ngapain lagi.

Jadi semenjak gue di Semarang, kalo lebaran gue jarang ngerasain mudik dari rumah. Jadi gue langsung dari Semarang menuju Tegal. Perjalanan ini memakan waktu kira-kira 2-3 jam aja. Selain bisa ngurangin kuota penumpang dari rumah, gue juga jadi ga ngerasain namanya arus mudik. Yah walopun rada sedih juga ga ngerasain saat-saat puasa-sahur-buka dirumah. Tapi di semester-semester akhir, gue sempet satu bulan full puasa dirumah hahahahaaaaa. Tapi akhirnya ngerasain arus mudik lagi huhuhuuuuu.

Biasanya dari Semarang, gue naek kereta namanya Kaligung. Cukup terjangkau buat mahasiswa. Harga tiketnya 15 ribu yang ekonomi, 25 ribu bisnis. Pernah sewaktu lagi nunggu kereta, ada bapak-bapak separuh baya intens ngeliatin gue. Gue pikir jangan-jangan ni orang mau ngehipnotis gue. Tiba-tiba itu bapak-bapak ngajak ngobrol gue.
”Sendirian, Mas?”
”Oh iya, Pak” jawab gue
”Mau kesana ya?” tanyanya lagi, kali ini gue iya-iyain aja
”Oh iya, Pak. Mau kesana.”
”Mau manggung disana kan?”
GOD! Pasti gue dikira mirip keyboardis salah satu band melankolis itu lagi deh. Udah berapa kali muke gue dimirip-miripin sama dia. Barusan adalah satu contoh. Diantaranya:


Contoh 2:
Waktu itu gue lagi di kereta perjalanan Jakarta-Semarang. Waktu lagi pemberhentian di stasiun (gue lupa antara Brebes-Cirebon-Tegal-Pemalang-Pekalongan :D) ada tukang dagangan senyum-senyumin gue. Serem abis. Pas dia mau ngelewatin gue, dia nyanya
”Mas yang nyanyi dangdut itu ya?”
What the........?! Fine, rambut gue emang lagi cepak, cambang gue panjang lupa gue cukur dan gue pake kaca mata. Tapi masa iya? Ternyata ini yang dimaksud temen kost gue dulu yang setia manggil-manggil gue, Genta KDI.

Contoh 3:
Gue sering makan di warteg deket kost. Mba-mba yang ngelayanin ada dua orang. Namanyaaa.... Au’ dah. Namain aja Mba War ama Mba Teg yeh. Mereka pendiem banget. Apalagi kalo gue lagi makan disitu. Mereka tiba-tiba jadi keliatan awkward. Terus kayak terpaku ngeliat gue atau gugup kalo gue lagi mau bayar. Suatu waktu gue mau makan siang disitu. Sesampainya disitu gue ngerasain aura yang berbeda. Mba-mba ini kok jadi riang banget.
”Makan disini apa dibungkus, Mas?” pertanyaan standar si Mba War
”Bungkus Mba. Pake ini... Ini... Sama ini.” lanjut gue
Si Mba War kayak nahan sesuatu. Si Mba Teg lagi motong-motong sayuran di meja sebelah gue diem aja. Tiba-tiba Mba War nanya ke gue:
”MAS YANG DIPENJARA YA?” tanyanya
”Hah?! Penjara?” gue kaget. ”Lah ini saya disini” Lanjut gue.
”Iya mas kayak yang di tv. Siapa? Siapa?” tanya si Mba War ke Mba Teg.
Si Mba Teg yang lagi motong tiba-tiba terdengar bersuara untuk yang pertama kalinya.
”Itu lho masss.. Yang di band...” tanyanya
Gue udah ngebatin dengan siapa muka gue disamakan untuk kesekian kalinya walopun Mba-Mba gaul ini salah persepsi,
”Badai Kerispatih?” tebak gue sambil miringin bibir
”IYAAAAAAAAAAA” kompak bener Mba-Mbanya
”Ahahaha.. bukan Mba. Mirip doang kalih” gue langsung bayar dan balik ke kost meratapi muka gue yang pasaran. Harusnya gue bilang ’IYA’ aja ya. Sapa tau makan siang gue ini digratisin lantaran dikira artis.
Tepat besoknya, gue ke warteg itu lagi buat makan siang. Gak taunya wartegnya udah di jebol dan dibongkar untuk di bangun bangunan baru. Mmmmmm... Pantes akhirnya mau ngomong. Tau bakalan ga ketemu lagi akhirnya itu mba-mba gaul ngeberaniin diri nanya gue daripada penasaran seumur-umur.
Mba yang gaul abis, yang di penjara itu mantan vokalisnya ya...

--

Kalo lagi beruntung, gue masih bisa kedapetan tempat duduk walopun naek kereta yang ekonomi. Kalo ga, ya mau ga mau lesehan dibawah. Jangan samain kereta ekonomi Kaligung dengan kereta ekonomi yang di jakarta. Justru kereta kaligung ekonomi ini seperti kereta di Jepang yang duduknya minggir semua. Tempat duduknya memanjang terbuat dari plastik berwarna oranye. Tidak ber-AC dan diatasnya banyak segitiga pegangan tangan bergelantungan. Dan yang terpenting adalah bersih. Kalo mau dapet duduk lo harus naek kereta yang berangkat paling pagi yaitu jam 5an. Tapi kalopun ga dapet tempat duduk, lesehan maupun berdiri juga ga masalah toh perjalanan cuma makan waktu 2 jam. Karena gue ga bisa ngejar yang jam pagi dikarenakan jarak kost gue ke stasiun lumayan, jadi gue naek yang siang maupun sore.
Kali ini gue naek yang siang. Biar bisa sampe stasiun Tegalnya sore, trus masih ada bis untuk menuju rumah nenek gue yang di pegunungan itu. Soalnya jarak dari Tegal kota sampai rumah nenek gue kan masih 2 jam lagi. Kalo sampe tegal malem, sampe rumah nenek bisa-bisa banget. Ga asik, ga bisa liat hutan pohon jati. Udah gitu kalo pagi takut telat juga. Apes aja bagi yang udah keburu beli atau pesen tiket duluan. Bisa angus tiketnya. Gue pernah tuh telat waktu mau balik ke Jakarta. Gara-gara gue berangkatnya terlalu mepet dan kena macet dijalan. Akhirnya tiket gue seharga seratus ribu angus gitu aja ga ada kompensasi. Gue jadi mikir, apa kereta ga pernah telat? Kalo kita telat tiket bakal angus, nah kalo keretanya yang telat? Apanya yang angus?
Lanjut, sesampainya di stasiun gue langsung ketempat nunggu bis menggunakan becak. Gue menjadi cobaan tukang becak untuk kesekian kalinya. Soalnya gue lebih asik naek becak ketimbang naek ojek. Ada sensasi tersendiri. Kalo naek ojek kan cepet banget sampenya. Kalo naek becak, bisa nikmatin suasana alun-alun kota Tegal di sore hari, angin semilir, sedap dah. Tapi standar becak disini beda sama becak di Jakarta pada umumya. Becak disini ukurannya lebih kecil. Cuma muat buat satu orang seukuran gue. Udah gitu taripnya juga jauh lebih murah ketimbang di Jakarta. Mungkin karna harga sembako di Jakarta dan Tegal juga beda. Ngaruh ga sih?

Kerata pun sampe di stasiun Tegal sore hari. Penumpang waktu itu lumayan penuh. Perjalanan kereta hampir 3 jam. Sekeluar gerbang, banyak tukang becak, tukang ojek, sampe supir taksi yang berebutan nawarin jasanya. Gue pura-pura jual mahal dikit biar dikira ga butuh-butuh amat. Padahalmah ngarep cepet-cepet sampe. Yaudah gue langsung milih becak.
”Becak, Pak” sahut gue
Maring ndi (kemana?)” kata Kang Becak
Maring pacifik mall Pak. Piranan Pak? (Mungkin maksud gue disini ’Ke Pacific Mall. Berapa”)” Gue berbahasa Tegal sekenanya dan ga tau bener apa salah. Ini gue lakuin biar dikira bukan pendatang atau masih orang setempat biar Kang becak ga asal ngasih harga. Mungkin karna tau bahasa gue ngaco, akhirnya tuh Kang becak sadar juga kalo gue pendatang.
Sepuluh ewu nggih? (Sepuluh rebu yeh?)” minta Kang becak
Sih?! Deneng larang temmennnnn deneng?! (Lah?! Kok mahal banget)” Gue masih pake bahasa yang sering gue denger lewat percakapan keluarga besar gue disaat pada ngumpul campur logat temen-temen gue yang dari Cilacap. Gue masih sok nyamar-nyamar jadi orang setempat ga tau sebenernya Kang becak udah sadar kalo bahasa gue blepetan. Pronounciation acak-acakan.
Sih pira? (Trus berapa?)” tanya kang becak
Mangewu (Marebu)” tawar gue. Gue tau, sebenernya jarak dari stasiun ke Pacific Mall pantes-pantes aja dihargain sepuluh ribu mengingat beban yang dipinggul Kang becak selama perjalanan nanti bersama penumpang sesubur gue.
Yawes, pitungewu. Batdanan kiye Mas. Jadi larang munggah sitik! (Yaudeh, tujuh rebu. Lebaran nih Mas, jadi mahal naek sedikit!)” Tawar kang becak
”Yowes lah” Gue setuju aja. Emang dasar kaga bisa nawar.
Gue nikmatin suasana Tegal di sore hari sendirian. Eh, sebenerya ama tukang becak yang lagi sekarat ngegowes dibelakang. Kap atas becak udah kebuka. Jadi pandangan lebih luas. Ngelewatin alun-alun kota yang lagi ga begitu ramai. Indah banget. Gue jadi inget waktu kecil ditempat ini belasan tahun lalu. Waktu itu gue sekeluarga sering ke alun-alun ini. Sholat Ie’d, nyari ketupat glabed ataupun sekedar muter-muter aja bareng-bareng. Tapi sekarang, ditempat yang sama, gue sendirian. Gue masih inget spot-spot sekitar alun-alun yang sering kami datengin. Gue ngeliat Hadi kecil disana lagi diajak muter-muter bokap, lagi ngerengek-rengek nyokap minta dibeliin kaset di toko kaset didepan alun-alun, lagi lesehan makan ketupat glabed pinggir jalan dengan mulut blepotan bareng keluarga. Gue bangun dari kenangan indah itu saat sudah keluar alun-alun dan ngeliat toko manisan kecil yang berdasarkan cerita bokap waktu itu, penjual manisan ini sudah ada dari bokap gue kecil.

Nice...

Gue udah lumayan apal jalan menuju Pacific Mall tempat gue menunggu bis. Jadi gue ga bakal takut kalo diputer-puterin kang becak iseng. Pernah di Tegal, gue naek becak berdua bareng adek gue Indah. Kita berangkat dari rumah Bu’de gue (Kakak nyokap) menuju rumah nenek gue yang orang tua dari bokap. Rumah nenek gue tersebut masih di kota Tegal, nama daerahnya Panggung Baru. Kalo yang di daerah gunung itu nenek orang tua dari nyokap. Sebenernya kami sekeluarga mau bareng-bareng naek mobil dari rumah Bu’de ke Panggung. Tapi mobil saat itu lagi penuh barang-barang. Jadi cuma muat sama bokap, nyokap, dan adek paling kecil gue Sarah. Jadi gue sama Indah ngalah naek becak menuju Panggung, dan ketemu disana. Mobil udah berangkat sedangkan gue sama Indah masih celingak-celinguk nyari becak. Ga lama akhirnya ada becak. Gue lakuin jurus-jurus gue menghadapi Kang becak dengan beraksi jadi orang setempat seperti sebelumnya.
Pak, maring Panggung Piranan? (Pak, ke Panggung berapaan?)” Tanya gue sotoy. Si Indah malah nahan ketawa.
Sepuluh ’ewu (Ceban! Mau kaga? Badan lo gede sih. Ini becak bukan grobak)” minta kang becak
Lagi males nawar, yaudah akhirnya kita naek aja. Becak sekecil itu udah hampir jadi getek dinaekin kita berdua. Biar pas, gue yang duduknya lebih menjorok kedalem, sedangkan Indah yang menjorok keluar. Sedangkan pingin jorokin rasanya orang-orang yang pada takjub ngeliatin kami naek becak sepanjang jalan. Kang becaknya kali ini lebih friendly. Sering ngajak ngobrol kami berdua walopun kami ga paham maksud obrolannya. Paling beberapa kata aja yang gue paham. Lebih-lebih Indah. Mungkin kaga ngarti sama sekali.
”Blablablablablaaa..Bla...Blup” tanya Kang becak kental dengan logat Tegalnya.
Gue ga ngarti
Nopo? Nggih. Panggung Baru nang mburine Stasiun (Kenapa? Yoi Pace’, Sob... Panggung Baru yang di belakang stasiun, Brew..)” Jawab gue bodo amat ga nyambung. Indah nahan ketawa takut nyinggung Kang becak.
Oooh, Panggung Mbaru.” Kata Kang becak. Yang ini baru gue ngarti maksudnya
Lhaaa kaeeehh.. Sing ana towere sing duwur kaeehhh (Naahh ituu.. Yang ada tower yang tinggi ituloh coy)” Gue makin pecicilan. Sambil gerakin tangan ngeragain tower. Indah akhirnya ketawa juga, ga kuat nahan ketawa.
”Kiyeh lewat ndi kiyeh (nih lewat mana nih, Bang Ganteng?)” tanya Kang becak
Lewat biasa wae Pak, kaeh Bang-Jo maring ngana (Lewat biasa aja, Bro-Sob-Brew... Lampu merah belok kanan, Bro-Sob-Brew..)” Lanjut gue campur bahasa Tegal-Semarang. Indah masih cekikikan.
Kiye nganan-ngiri? (It’s left or rite, Brotha?)” Tanya Kang becak
Kiye NGIWA Pak. Trus barkae’ NGANA (Ini kanan Pak. Terus abis itu kiri.)” jawab gue hakul yakin sambil ngarah-ngarahin pake tangan.
”Eh mas NGANA-NGIWA apaan sih?” tanya Indah penasaran
”Setau gua NGANA itu kanan. NGIWA itu kiri” jawab gue yang udah beberapa tahun di Semarang ini bangga karna Indah ga tau.
”Lah tadi kok lo bilang NGIWA tapi tangan lo kekanan. Trus bilang NGANA tangan lo kekiri. Kaco banget dah lo Mas” lanjut Indah
”Masa???”
”Iyeh!”
”Mas lewat sini aja ya Mas.
Ben cepet (Mas lewat sini aja ya biar cepet)” Kang becak nyaut. Gue terselamatkan.
”Yowes Pak (Yodah, Pak. Saya tahu Anda sudah empot-empotan genjot becak ini)”
Tapi perjalanan kok sepertinya asing dan lebih jauh. Hape udah berisik lantaran nyokap sms terus nanyain udah sampe dimana.
”Bilang aja Ndah, Udah deket” suruh gue
”Mas lewat sini aja ya Mas” Kang becak nyaut lagi
”Wah ga usah Pak. Lewat jalan biasa aja” gue ga setuju. Akhirnya gue nunjukin arah biar seperti rute seharusnya. Ternyata kalo naek becak, rute seharusnya aja lumayan jauh. Apalagi kalo pake acara nyasar begini. Kita pun sampe didepan teras rumah nenek gue. Disambut dengan teriakan ”Naahhh ini diaaaa dattteeeenng” dari dalem.
Ohh Panggung iki. Tak kirain Panggung mrana (Oh Panggung ini. Saya kirain Panggung sana)” Kang becak cengengesan
”Iya pan saya bilang tadi Belakang stasiun yang ada towernya” gue udah males berbahasa jawa lagi. Nyokap-bokap, Sarah udah senyam-senyum didalem. Nenek gue juga udah ga sabar nunggu gue sama Indah yang belom dateng juga satu jam lebih dari kedatangan nyokap-bokap-Sarah.
”Ini Pak” gue ngasih duit cebanan sesuai teken kontrak gue sama Kang becak
Tambahin lah mass. Atdoh kieh jalane. (Wadefak?! Tambahin dong Mas. Jauh nih jalannya)” melas Kang becak.
Gue udah ngebatin. Pasti minta nambah. Lagian siapa suruh sotoy pake shortcut segala. Didalem rumah Indah ngedumel setelah di tanyain nyokap-bokap kenapa lama banget.
”Mas Hadi tu Mah sok tau. Maen NGANA-NGIWA-NGANA-NGIWA aja”
Gue sehabis cium tangan nenek ga mau disalahkan begitu aja. Ini bukan semata kesalahan atas kesotoyan gue. Kang becak juga sotoy asal ngasih shortcut.
”Lah, Kang becak juga tadi bilang lewat situ biar lebih cepet. Yaudah lah nurut. Ga taunya lebih jauh gini” Bela gue. ”Tau gitu lewat jalan biasa aja deh”.

--

Sesampainya di Pacific Mall, gue nunggu bis untuk kerumah nenek gue yang di gunung. Bis yang gue naekin adalah bis gede jurusan Purwokerto. Perjalanan di Bis ini selalu bikin gue tersiksa nahan ketawa. Pasalnya, selalu ada orang ngobrol pake bahasa ngapak, asli ngapak. Dan itu letaknya pas didepan tempat duduk gue. Bayangin 2 jam perjalanan nahan ketawa dengan dua orang didepan yang semangat sekali ngobrol ngapak. Gue bisa aja ketawa, tapi gue bakalan dikira orang sarap ketawa sendirian tanpa sebab oleh penumpang lain. Soalnya penumpang lain udah biasa dengan bahasa seperti itu karena kesehariannya. Lah gue? Serba salah sendiri. Ketawa salah, ga ketawa kesiksa. Belom lagi polah kenek yang slenge’an. Kenek ini tergolong subur dari kenek-kenek biasanya. Dia berbadan gemuk dan tingkahnya rusuh. Kita namain dia Kenek Nyihui. Pernah ada penumpang berjilbab. Lumayan unyu menurut gue. Karna bis penuh, si gadis berjilbab berdiri di deket pintu. Si Kenek Nyihui berbasa-basi.
”Mba... Pulang ngaji ya? Anake Pak ini ya...blabla”
Gue geleng-geleng. Keren nih kenek, gaul abis.
Sebelomnya sewaktu bis belom penuh-penuh amat. Ada penumpang seorang ibu-ibu. Dia bawa beberapa jamu cair didalem botol. Gue perkirakan itu jamu kunyit kalo dilihat dari warnanya. Waktu bis jalan, ga beberapa lama terjadi kehebohan dari ibu tersebut. Dia minta bis diberhentikan saat itu juga. Ini membikin si kenek slenge’an dan supir bis panik. Gue beserta penumpang lain juga ikut-ikutan panik. Oh ternyata botol jamunya pecah. Ini terlihat dari ceceran kuning kunyit dilantai bis dan suara pecahan kaca diplastik kresek yang ibu itu pegang.
”Udah Bu dibuang disitu (pinggir jalan) aja” kata Kenek Nyihui
Si ibu yang panik dan muter-muter akhirnya melemparkan botol-botol jamunya yang pecah ke pinggir jalan setelah bis mengurangi kecepatannya. Lantas ini membuat lantai bis tergenangi cairan jamu kunyit dimana-mana. Ga lama suasana sudah kembali tenang. Lalu di depan ada segerombolan siswi pulang sekolah mengenakan seragam pramuka. Mereka menjulurkan tangan tanda mau naek bis. Si kenek Nyihui semangat menyuruh para siswi itu masuk pelan-pelan sambil bergelantungan dipintu. Lalu iseng ngajak ngobrol.
”Neng-Neng. Abis upacara ya Neng?” tanya Kenek Nyihui dengan logat Tegal plus suara ngebassnya sambil naek-naekin alis. Para siswi itu cuek bebek aja. Lalu si Nyihui iseng memberi peringatan bijak ke para siswi yang baru naik.
Awas kaeh, tai (Awas itu, ada tai)” santainya sambil nunjuk ke genangan lebar jamu kunyit.
”AAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHH!!!” semua siswi teriak
Bukan ding, kunir hehehee (Bukan deng, kunyit kok hehe)”
Para siswi udah mau nonjok muka tuh kenek lemes
Anjrit, gue ga tahan. Gue buang muka ke jendela biar bisa ketawa sepuasnya.

Seperti yang gue bilang tadi, perjalanan kerumah nenek gue yang di gunung memakan waktu sekitar 2 jam dari Tegal kota. Kalo udah ngelewatin 3 kali hutan pohon jati, itu tandanya udah mau sampe. Yap waktu kecil, gue selalu suka banget kalo ngelewatin 3 hutan jati ini. Jalan sejauh kira-kira 5 Km dimana kanan-kirinya hutan pohon jati yang lebat selalu bikin gue takjub dan gue selalu buka kaca mobil ngehirup udara situ. Dulu bokap tahu gue suka suasana hutan jati ini dan biasanya bokap selalu memelankan laju mobil biar perjanan di hutan jati jadi sedikit lebih lama. Malah kalo misalnya gue ketiduran saat lewat hutan jati ini, bokap selalu ngebangunin gue ngasih tau gue kalo kita sedang ngelewatin hutan jati. Walaupun misalnya siang itu panas banget, tapi kalo lewat situ suasananya adem bukan main. Pohon jati dimana-mana dengan daun-daunnya yang masih rindang dan lebat. Bikin perjalanan 2 jam jadi ga berasa karna ngitungin sudah berapa kali kami ngelewatin hutan jati. Kalau udah lewat satu hutan, kami jadi nunggu yang kedua. Kalo udah hutan kedua, kami jadi nunggu yang ketiga. Kalo udah sampe hutan ketiga, tandanya rumah nenek udah deket. Ga berasa kan? Malah ga jarang kami berdebat karna perbedaan ngitung sudah berapa kali ngelewatin hutan jati. Tapi kali ini gue sendirian ngelewatin hutan-hutan itu didalam bis. Ga bisa buka kaca, ga ada yang ngebangunin kalo misalnya gue ketiduran, dan laju bis bahkan semakin cepat. Tapi waktu terakhir gue lewat situ Lebaran kemaren, hutannya ga rindang lagi. Pohon-pohonnya gundul semua, jalan jadi ga adem lagi.

Ga seperti waktu dulu

Biasanya gue yang sampai di rumah nenek duluan ketimbang keluarga gue di rumah. Biasa, karena libur Lebaran kantor rada mepet dan perjalan macet ampun-ampunan karena arus mudik. Karena rumah gue dan om-tante (adek-adek nyokap) gue di Tangerang ga jauh-jauh amat, biasanya mudik konvoi seperti waktu dulu. Tapi berhubung kesibukan masing-masing, akhirnya berangkat sendiri-sendiri dan langsung ketemu dirumah nenek sana. Saking mepetnya, ada yang baru sampe saat malam takbiran hampir subuh. Tapi itu semua terbayarkan jika endingnya kita semua bisa ngumpul semua dan melihat nenek gue senyum melihat 10 anak-anaknya, 10 menantunya, dan 24 orang cucunya akur saling bercanda dan ejek-ejekan satu sama lain. Gue yakin kedua almarhum kakek juga tersenyum melihat itu.



Sabtu, 13 November 2010

Ada apa Jeng Cole?

0 komentar
Hmmm.... Pagi yang indah di bikini bottom.
Gak ding
Pagi yang standar di kost gue. Tumben bisa bangun pagi?! Yaiyalah semalem gue tidur lebih awal. Ketiduran pas nonton OVJ. Terus mimpi gue jadi horor. Penampakan sana-sini. Gue jadi kebangun saking seremnya. Ternyata pas ketiduran, tv gue masih nyala dengan volume yang keras dan lagi nayangin program ”Dua Dunia” di Trans7. Yaitu program yang isinya ngedatengin tempat-tempat angker, trus dilakukan mediasi (memasukan makhluk halus penunggu setempat) ke tubuh seseorang, trus nyari mustika. Gitu kurang lebih.
GIMANA MIMPI GUE GA IKUT-IKUTAN HOROR?!
Ga mau kebangun sia-sia, gue lanjut nonton itu program. Asli, walaupun ga ada penampakan, tapi proses mediasi bisa bikin gue cukup jiper (cukup = alesan). Mediasi dilakukan oleh bantuan seorang ustad dan seorang wanita. Waktu wanita itu sudah dirasupi dan memulai percakapan dengan ustad, itu yang (sekali lagi) CUKUP bikin gue jiper. Tidak seperti kerasukan pada umumnya yang ngamuk-ngamuk, tapi ini tenang banget. Kalo dari tulisannya, ia dirasuki seorang ratu. Pantes halus banget bawaannya seperti ratu kerajaan pada umumnya. Lebih kalem dari duo ratu dulu.

Ustad mulai dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada mediator yang dirasupi ratu tersebut. Sepertinya ustad kesal karena ia sempat di ganggu dengan di ’serang’ terlebih dulu. Ini terlihat dari nada bicara ustad kepada mediator dengan nada tinggi. Namun mediator menjawab dengan halus sekali dan sesekali senyum. Percakapan memang benar-benar layaknya percakapan biasa. Mediator juga sempat kesal karena dijawab secara kasar oleh Ustad. Dari nada yang halus, tiba-tiba jadi agak tinggi.
”Saya sudah bicara baik-baik dengan kamu ya!” katanya kesal lantaran dibentak-bentak terus oleh Ustad. Serem, nadanya bener-bener seperti orang biasa yang abis nahan kesel.
Tapi tetep saja Ustad menjawab lebih tegas lagi. Disini, gue ngeliatnya memang kita ga boleh takut dengan hal demikian melebihi takut kepada Sang Pencipta.
Tapi beneran, kalo ngeliat adegan kerasupan gitu lebih serem ketimbang liat adegan penampakan. Kayak di film Exorcism of Emily Rose yang bisa bikin susah tidur walaupun ga ada penampakan hantu-hantu narsis, atau film Keramat yang justru adegan kesurupannya lebih membekas buat gue.
Well, akibat nonton ’Dua Dunia’ tadi gue jadi ga bisa tidur untuk beberapa saat. Gue cari program-program penetral biar bisa tidur lagi. Wah RCTI lagi muter film tengah malem nih. Kayaknya bagus. Tapi ga sampe 10 menit, gue cepet-cepet ganti channel. Ternyata film 13 Ghost. Satu-satunya tayangan penetral adalah acara kuis tengah malam heheheee... *ngiler
Tapi, mimpi atau alam bawah tidur kan emang bisa menyesuaikan kondisi lingkungan nyata saat tidur. Misal di mimpi lo tiba-tiba kejatuhan pohon, dan lo kebangun dengan kejatuhan buku. Atau mimpi kesiram air dan lo bangun dengan keadaan yang sama. Gitu deh. Kayak di film Inception.
Akhirnya gue bisa ngelanjutin tidur dan bangun pagi. Seperti anak kost pada umumnya, setiap bangun tidur hal yang dirasakan pertama yaitu LAPER. Gue harus pergi nyari makan. Sehabis mandi, gue langsung ngacir ke warung nasi langganan. Si mba pelayan langsung nanya gue begitu gue dateng.
”Makan disini, apa dibungkus Mas?”
”Bungkus, Mba”
Dan disitu gue nemuin makanan yang cukup langka untuk ditemuin disini, jengkol.
”Wah, ini apa Mba? Jengkol ya?’ tanya gue
”Iya”
”Wah boleh deh Mba, mau”
Mbanya langsung ngambilin. Dan sembari ngebungkus, mbanya nanya gue,
”Suka jengkol ya Mas?
Kaget, ”Ha? Bangeeet. Pete-jengkol suka smua!” bangganya aku
”Pete juga toh?!” Mbanya kaget
Gue manggut
”Enak ya Mas ya?” tanyanya lagi
”Haha iya”
”Kan biasanya orang kota ga suka jengkol Mas”
”Ahhh ga semuanya. Banyak juga yang suka, Cuma biasanya malu-malu.”
”Iya ya mas ya” mbanya mengamini
HAHA EMANGNYE GUE ORANG KOTA?! Maap ya orang-orang yang mengaku dirinya orang kota atas reputasi yang baru gue rusak :D Tapi dari percakapan sotoy gue diatas gue jadi mikir. Kenapa sih mesti ada semacam kasta untuk makanan? Buat gue, kasta untuk makanan itu hanya ada dua. Enak dan enak sekali. Kenapa sih mesti ada golongan sosial untuk makanan? Bisa-bisanya ada yang malu karna makan makanan ini. Makan makanan itu dianggap rendah. Tapi kalo makan makanan ini bisa berasa keren. Wadefak, padahal keluar-keluarnya sama aja. Apa makan kaviar, keluarnya juga kaviar? Yah, palingan mirip-mirip jauh kalo pencernaan lagi ga beres. Ya menurut gue asalkan enak dan halal ya hajar aja. Apa yang salah dengan pete dan jengkol? Wajar kalo ada yang ga suka karena baunya. Kenapa? Takut kalo buang aer nanti jadi bau? Ga usah makan jengkol-pete juga kalo buang aer pasti bau. Ada yang buang aernya wangi? Salut! Tapikan, jengkol tidak minta dilahirkan untuk menjadi bau, bertubuh gepeng dan berkulit hitam. Fine deh, tapi kalo karna alasan gengsi, gue ga bisa terima. Misal kalo didunia ini stok seluruh makanan udah abis dan yang ada tinggal pete atau jengkol. Mau ngapain? Mau makan gengsi? Toh makanan mah gimana ngolahnya aja pan? Belom ngerasain semur jengkol betawi sih. *emosi :D